Kamis, 17 Desember 2015

Makalah "Tradisi Nyadran atau Bersih Desa"



TRADISI NYADRAN ATAU BERSIH DESA YANG MASIH DILAKSANAKAN DI DHUSUN GILIS

Disusun untuk memenuhi tugas
Mata kuliah Budaya Jawa
Dosen pengampu : Didik Supriyadi



Oleh
Indah Pratiwi Puspitasari
2601414064
Rombel 3


PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA JAWA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015
A.    JUDUL
Tradisi nyadran atau bersih desa yang masih dilaksanakan di dhusun Gilis.

B.     PENDAHULUAN
Bersih desa merupakan tradisi turun temurun dalam kebudayaan masyarakat . Di Jawa khususnya, ritual bersih desa telah dilakukan berabad-abad lamanya. Ritual bersih desa di jawa merupakan wujud bersatunya manusia dengan alam. Ritual Bersih Desa dapat didefinisikan sebagai wujud rasa syukur warga sebuah desa atas berkat yang diberikan Tuhan kepada masyarakat desa, baik dari hasil panen, kesehatan, dan kesejahteraan yang telah diperoleh selama setahun dan juga sebagai permohonan kepada Yang Maha Kuasa akan keselamatan dan kesejahteraan warga desa untuk satu tahun mendatang.

C.    PELAKSANAAN
Ritual Bersih Desa sendiri biasanya dilaksanakan satu kali dalam setahun setelah musim panen tiba dan tradisi ini telah dilakukan secara turun-temurun dari zaman nenek moyang. Adapun pelaksanaannya antara lain sebagai berikut :
a)      Waktu
Menurut tradisi dhusun Gilis, upacara dilaksanakan pada hari jum’at legi.
b)      Tempat
Adapun tempat yang digunakan untuk melaksanakan ritual Bersih Desa tersebut yaitu di Punden Sentana dhusun Gilis.
c)      Kepanitiaan
Masyarakat dhusun Gilis setempat.

D.    TATA CARA
a)      Ritual Bersih Desa sendiri terdiri dari beberapa tahapan, diawali dengan kerja bakti membersihkan lingkungan yang dilakukan oleh seluruh warga dhusun Gilis baik membenahi jalan atau gang-gang, selokan, pos ronda agar terlihat rapi dan bersih. Selain itu biasanya warga juga membersihkan makan-makam yang dianggap keramat, terutama makam-makam leluhur, sosok atau tokoh yang pernah menjadi panutan masyarakat setempat. Tujuan lain adalah untuk membersihkan halangan atau kesusahan yang ada (resik sukerta/sesuker) agar kehidupan seluruh warga tenang dan tenteram.
b)      Kegiatan ini kemudian dilanjutkan dengan persiapan upacara adat yang dilaksanakan untuk wujud syukur dan permohonnan kepada Tuhan YME atas kesejahteraan dan kesehatan yang diberikan kepada warga dhusun Gilis.
c)      Kegiatan ini biasanya disertai dengan kirab yaitu iring-iringan yang menyertai perjalanan upacara adat menuju tempat yang dianggap keramat dan dibawa pula sesaji yang berasal dari hasil panen warga dhusun Gilis yang dipersembahkan kepada leluhur sebagai symbol kesejahteraan yang mereka peroleh selama setahun.
d)     Adapun sesaji yang menjadi bagian dari kegiatan upacara adat ini akan dibagikan atau diperebutkan oleh warga dhusun Gilis yang percaya bahwa sesaji tersebut bisa mendatangkan berkah. Umumnya sesaji yang dipergunakan seperti Nasi Gurih, sebagai persembahan kepada para leluhur. Ingkung, sebagai lambang manusia ketika masih bayi dan sebagai lambang kepasrahan pada Yang Maha Agung. Jajan Pasar, sebagai lambang agar masyarakat mendapat berkah. Pisang Raja, sebagai lambang harapan agar mendapat kemuliaan dalam masa kehidupan. Nasi Ambengan, sebagai ungkapan syukur atas rezeki dari Yang Maha Agung. Jenang, berupa jenang merah putih (lambang bapak dan ibu) dan jenang palang (penolak marabahaya).   Tumpeng, berupa tumpeng lanang (lambang Yang Maha Agung) dan tumpeng wadon (lambang penghormatan pada leluhur) yang ukurannya lebih kecil.
e)      Ritual Besih Desa ini ditutup dengan pegelaran kesenian, biasanya adalah wayang kulit dengan lakon cerita “Makukuhani” atau “Sri Mulih” atau “Sri Boyong” yang mengisahkan legenda Dewi Sri sebagai lambang kemakmuran agar terus bersemayam di desa tersebut. Namun pagelaran kesenian ini di setiap daerah berbeda – beda.

E.     TATA KRAMA
Anjuran yang harus dilaksanakan yaitu dianjurkan memilih hari yang baik. Misalnya menurut adat jawa hari pelaksanaanya pun tidak sembarangan ditentukan, melainkan ada hari-hari tertentu di dalam kalender Jawa yang merupakan hari sakral untuk melaksanakan Ritual Bersih Desa.

F.     PENUTUP
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa manusia dan alam merupakan satu kesatuan. Hubungan dua elemen itu, seakan tak bisa lepas satu sama lain. Hubungan simbiosis keduanya pun menjadi keniscayaan. Namun, dalam perkembangan manusia modern, alam seakan menjadi objek untuk meneguhkan dan meneruskan kehidupan manusia. Alam yang rusak, sampah dimana-mana, berimplikasi kepada banyaknya bencana alam yang memakan banyak korban jiwa. Disinilah diperlukan kesadaran ekologis manusia untuk paham dengan alam. Manusia yang secara sadar peduli dengan alam. Yang menarik adalah, masyarakat kita, dahulu begitu menghargai alam. Hal ini terbukti dengan adanya ritual bersih desa, sebagai bentuk atau wujud penghormatan manusia terhadap alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar